BIOGRAFI MUHAMMAD ALI SEMASA HIDUPNYA
Tiga tahun lalu, tepatnya pada 3 Juni 2016, dunia kehilangan salah satu sosok petinju terbaiknya.Muhammad Ali, atau yang terlahir dengan nama Cassius Marcellus Clay Junior,
menjadi salah satu petinju paling fenomenal yang pernah dikenal dunia.
Ali merupakan petinju pertama yang merebut sabuk gelar juara dunia kelas berat untuk tiga kesempatan berbeda
dan mempertahankannya 19 kali.
Bernama asli Cassius Marcellus Clay Junior, Ali yang lahir pada 17 Januari 1942,
tumbuh dan besar di Louisville, Kentucky, di Amerika selatan.
Sang ayah, Cassius Marcellus Clay, Senior adalah seorang pelukis papan reklame,
sementara ibunya, Odessa Grady Clay menjadi pekerja rumah tangga.
Dia juga memiliki seorang adik laki-laki,
Rudolph Valentino Clay yang kemudian berganti nama menjadi Rahman Ali.
Muhammad Ali mengenal tinju saat masih berusia 12 tahun.
Dia diperkenalkan dan dilatih tinju oleh seorang petugas polisi, Joe Martin.
Ali menjalani pertarungan amatir pertamanya pada tahun 1954,
di mana dia meraih kemenangan perdananya dengan penjurian.
Karir Bertinju dan Gelar Juara Dunia
Karir bertinjunya berjalan mulus. Pada 1959, dia menjuarai turnamen Sarung
Tinju Emas Nasional dan juara nasional Uni Atletik Amatir juga di kelas yang sama.
Dilanjutkan medali emas dalam Olimpiade di Roma pada 1960..
Setelahnya, Ali memutuskan meninggalkan dunia amatir untuk menjadi seorang petinju profesional. Ali membuktikan kualitasnya dengan memenangkan 19 pertandingan profesional pertamanya, 15 di antaranya menang KO.
Dia meraih gelar juara dunia pertamanya pada 25 Februari 1964. Ali yang saat itu masih bernama Cassius Clay keluar sebagai pemenang atas juara kelas berat Sonny Liston. Dia menang setelah pertandingan berjalan enam ronde dan Liston tak mampu melanjutkan pertarungan ronde ketujuh. Ditahun ini pula, Ali memilih untuk menganut agama Islam dan resmi berganti nama dari Cassius Clay menjadi Muhammad Ali.
Ali semakin membuktikan kelayakan gelar juara yang diperolehnya setelah kembali memenangi pertandingan ulangan melawan Liston pada 25 Mei 1965. Di pertemuan kedua tersebut, Ali menang pada ronde pertama. Setelahnya, dia berhasil mempertahankan gelar juara dunianya sebanyak delapan kali. Namun, saat datang perintah wajib militer untuk bergabung dalam Perang Vietnam pada 28 April 1967, beralasan peperangan tersebut bertentangan dengan keyakinannya, Ali menolak untuk bergabung. Akibatnya, Ali ditahan dan Komisi Atletik Negara Bagian New York langsung menangguhkan izin bertinjunya dan sabuk gelar juaranya dicabut.
Diputuskan bersalah menghindari kewajiban pada negara, Ali dijatuhi hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda 10.000 dolar AS. Namun dia tidak ditahan setelah mengajukan banding. Saat itu, banyak pihak yang menganggap Ali telah lari dari tanggung jawab dan popularitasnya pun menurun. Dia juga mendapat larangan bertanding. Selama tidak bertanding, Ali banyak menjadi pembicara dalam forum yang menentang peperangan. Seiring waktu, pandangan publik terhadap perang pun berubah dan dukungan kepada Ali kembali.
Akhirnya, pada 1970, Mahkamah Agung New York mengembalikan izin bertinjunya dan tahun berikutnya Mahkamah Agung AS membatalkan putusannya kepada Ali. Tak lama setelah mendapatkan kembali izin bertandingnya, Ali meraih kemenangan di pertandingan pertama setelah larangan selama 43 bulan. Dia mengalahkan Jerry Quarry pada 26 Oktober 1970 di ronde ketiga. Ali kembali berkesempatan meraih sabut gelar juara saat berhadapan dengan Joe Frazier pada 8 Maret 1971. Akan tetapi, dalam pertandingan yang dijuluki "Pertarungan Abad Ini" tersebut, Ali menelan kekalahan angka. Pada tahun 1974, Ali berkesempatan meraih kembali gelar juaranya berhadapan dengan George Foreman. Bertindak sebagai petinju yang tak diunggulkan dia berhasil meraih kemenangan KO pada ronde kedelapan. Ini menjadi kali kedua Ali meraih sabuk juara dunia kelas berat yang sempat dicabut tujuh tahun sebelumnya. Pada Februari 1978, Ali kehilangan sabuk juaranya setelah dikalahkan Leon Spinks setelah kalah angka dalam pertandingan 15 ronde. Namun dia membalas kekalahan sekaligus merebut gelar juaranya untuk kali ketiga, tujuh bulan berselang. Ali pun menjadi petinju pertama yang memenangkan sabuk gelar juara dunia kelas berat sebanyak tiga kali.
Pada tahun 1979, Ali mengumumkan pensiun namun sempat kembali naik ring setahun kemudian. Karena sudah cukup berumur, Ali gagal meraih kembali kesuksesannya dan kalah dalam dua pertarungan yang dihadapinya. Ali pun memutuskan benar-benar berhenti bertinju di usia 39 tahun pada 1981. Ali membukukan rekor bertanding 56 kemenangan dengan 37 menang KO dan lima kali kalah. Parkinson dan Akhir Kehidupan Pada tahun 1984, Ali didiagnosa menderita gejala Parkinson yang diduga terkait dengan trauma pada kepala yang dialaminya selama bertinju. Penyakit tersebut perlahan namun pasti membuat fungsi motorik sang juara menurun. Meski sudah tak lagi bertinju, Ali masih menjadi pusat perhatian dunia melalui berbagai kegiatan kemanusiaan yang dilakukannya, termasuk saat menjadi negosiator dalam pembebasan sandera Amerika oleh Irak pada 1990.
Sepanjang hidupnya, Ali telah menikah sebanyak empat kali dan dikaruniai tujuh anak perempuan dan dua laki-laki. Pernikahan keempatnya dengan menikahi Yolanda pada 1986. Ali meninggal dunia di usia 74 tahun pada 3 Juni 2016. Upacara pemakamannya digelar dengan prosesi menempuh jarak 32 kilometer melintasi kota kelahirannya, Louisville. Prosesi pemakaman itu melewati rumah masa kecil Ali, sekolah, dan tempat latihan pertamanya. Upacara pemakaman Ali dihadiri oleh hampir 20.000 orang.